Saat ini dunia sedang menghadapi pandemi global Covid-19. Virus ini muncul pertama kali di akhir tahun 2019 di Wuhan China. Begitu globalnya sebuah peradabanyang seakan tanpa sekat saat ini, virus yang kemunculannya di Wuhan bisa saja menjangkiti Penduduk Kecamatan Kare yang berjarak ribuan kilometer dari Wuhan.
Belajar dari sejarah Flu Spanyol , tepat pada tahun 1918, dunia diguncang wabah flu mematikan yang dikenal dengan flu Spanyol. Para peneliti dan sejarawan meyakini wabah flu Spanyol menewaskan 20 sampai 100 juta orang dalam dua tahun, yakni antara tahun 1918 dan 1920. Bahkan disebutkan dalam riset jurnalis BBC World Service Fernando Duarte, flu Spanyol menewaskan lebih banyak orang daripada korban Perang Dunia I.
Kini setelah lebih dari 100 tahun kemudian, seluruh dunia kembali dihantam pandemi yang tak kalah dahsyatnya, yakni serangan virus SARS-CoV-2 atau dikenal dengan Covid19. Hampir seluruh negara juga kesulitan untuk keluar dari dampak yang ditimbulkan serta korban yang terus berjatuhan. Namun, banyak hal yang dapat kita pelajari dari pandemi flu Spanyol. Menurut Syefri Luwis, peneliti sejarah wabah dari Universitas Indonesia, Pulau Jawa merupakan salah satu episentrum wabah ini. Hal tersebut dikarenakan jumlah penduduk yang sangat padat pada saat itu, dan juga karena adanya pertentangan dimana para pengusaha tetap memaksa untuk perjalanan kapal laut. Dirinya juga menyebut penyebab penyakit flu Spanyol ini dapat menyebar dengan sangat cepat di Hindia Belanda dikarenakan tidak adanya larangan masyarakat untuk berkumpul oleh pemerintah Hindia Belanda, meski telah diperingatkan oleh Jawatan Kesehatan Hindia Belanda pada saat itu.
Salah satu pembelajaran sejarah yang sangat baik dapat diambil dalam sejarah Pandemi Flu Spanyol adalah, penghentian laju penyebarannya tidak bisa dilakukan oleh Pemerintah semata, namun peran aktif masyarakat menjadi faktor utama. Peran aktif ini tentu dilandasi oleh kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan secara ketat, dan mendukung seluruh kebijakan Pemerintah yang semua itu demi melindungi masyarakat. Memang situasi ini berat bagi semuanya, namun kita semua harus tetap bersemangat, bersatu padu menghadapi pandemi ini dengan keterlibatan semua komponen. Seperti pernah disampaikan Gus Muwaffik pada saat acara Istighotsah dalam rangka memperingati Hari Jadi ke 453 Kabupaten Madiun tahun 2021, bahwa Masyarakat Kabupaten Madiun mempunyai sejarah ketahanan yang kokoh menghadapi pegeblug/pandemi di masa lalu. Kerja keras Pemerintah,kesadaran dan kepatuhan semua elemen masyarakat dan kearifan lokal yang kuat terbukti mampu melahirkan chemistry yang kokoh untuk bangkit dari pandemi.
Sejarah itu bisa kita lihat dari Kesenian dongkrek yang merupakan perpaduan antara seni musik tradisional yang penarinya menggunakan topeng. Kesenian ini berupa tarian dan iringan musik yang mengkisahkan upaya Raden Ngabei Lo Prawirodipuro dalam mengatasi pageblug mayangkoro. Dilansir dari wikipedia.org, kesenian dongkrek merupakan cara mengusir pageblug oleh orang zaman dulu. Saat itu masyarakat Mejayan terkena wabah penyakit dikisahkan pagi harinya sakit, kemudian sore harinya meninggal. Begitu pun saat sore hari sakit maka paginya meninggal. Wabah penyakit yang digambarkan sebagai Buto/Raksasa akhirnya kalah oleh Orang Tua Sakti yang menggambarkan kebijakan, kesadaran, dan selalu tawakal kepada Tuhan.
Kiranya Dongkrek sebagai tradisi kesenian yang berbasis local wisdom atau kearifan lokal yang ada sejak jaman dulu, marilah kita maknai sebagai upaya kita yang hidup di zaman modern disaat pandemi Covid19 ini melanda, untuk bahu membahu, saling mendukung, saling ikhtiar, dan patuh pada protokol kesehatan. Kita pasti bisa bangkit dari wabah pandemi ini.